Indonesiasudah tiga kali mengalami krisis ekonomi, periode pertama pada 1997-1998, kemudian pada 2008, dan terakhir pada 2013. Oleh Amelia Yesidora 21 Juni 2022, 09:05 Arief Kamaludin (Katadata) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Indonesia pernah melalui krisis ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19.
KrisisPublic Relations, sering disebut sebagai krisis komunikasi, hal ini terjadi karena pemberitaan negatif yang kemudian berimbas buruk pada bisnis perusahaan. Pemberitaan di media atau isu yang beredar bisa saja benar atau mungkin saja tidak, tetapi berpotensi memengaruhi citra seseorang atau perusahaan. Krisis strategi, adalah krisis yang
Pada1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, tingkat inflasi Indonesia lebih rendah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar, menguat. Dalam kondisi ekonomi seperti itulah, banyak perusahaan di Indonesia meminjam uang dalam bentuk dolar AS.
Abstract Abstract.Ă‚ Crisis Management that occurred at PT. Aia this is a new problem that occurred during the Covid-19 pandemic, where PT. Aia KCU Ahmad Yani experienced a decrease in customers, which resulted in significant losses to PT. Aia this. PT. Aia is one of the leading life insurance companies in Indonesia which is registered and
Citraperusahaan, Grab Indonesia, komunikasi krisis, public relations Abstract. Pada pertengahan tahun 2019, Grab Indonesia merilis produk atau jasa baru yaitu "grabwheels" (skuter listrik atau otoped listrik) yang bisa digunakan oleh masyarakat melalui aplikasi online "Grab". Disaat antusias masyarakat terhadap grabwheels ini semakin tinggi, namun musibahpun tak bisa dihindari, pada 11 november 2019 terjadi kecelakaan yang mengakibatkan pengguna grabwheels meninggal dunia.
Pengertiankrisis perusahaan. Dilansir dari buku Crisis-a Leadership Opportunity (2005) karya Robert P. Powell, krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menyebabkan kekacauan dan mampu menghancurkan organisasi tanpa tindakan nyata. Contoh krisis perusahaan, yaitu kegagalan
CLOSE Jakarta, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan kewirausahan perempuan akan menjadi peluan bersama untuk dapat keluar dari krisis ekonomi yang terjadi di masa pandemi. Hal ini mengingat pandemi Covid-19 telah memperberat ketimpangan yang dirasakan oleh perempuan.
Bacajuga: Utang Garuda Indonesia Membengkak Rp 70 Triliun, DPR Minta Audit Laporan Keuangan. Di sisi lain, pendapatan yang dimiliki Garuda Indonesia hanya 50 juta dollar AS per bulan, sementara beban biaya yang dikeluarkan 150 juta dollar AS per bulan. Itu artinya Garuda Indonesia terus merugi 100 juta dollar AS atau sekitar 1,43 triliun (kurs
S76wSZ7. Lebih dari 70% responden, baik dari level global maupun Indonesia, mengatakan bahwa bisnisnya terkena dampak negatif pandemi COVID-19 20% responden mengatakan pandemi berdampak positif secara keseluruhan pada organisasinya Pengaturan kerja jarak jauh remote working menjadi bentuk perubahan paling umum yang diterapkan. Sebanyak 50% responden di Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka. Respon suatu perusahaan terhadap COVID-19, dalam beberapa hal, telah menghasilkan perubahan pada strategi perusahaannya. Responden dari Indonesia mengatakan bahwa perubahan terhadap sales channel menjadi salah satu dari tiga prioritas utama mereka. Delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis, dan perencanaan darurat. Jakarta, 29 April 2021 - Krisis dapat menjadi bencana besar bagi bisnis Anda - atau bahkan dapat menunjukkan kekuatan, kualitas, dan ketahanan bagi organisasi Anda. Satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, Global Crisis Survey PwC yang kedua mengamati tanggapan dari komunitas bisnis di seluruh dunia terhadap krisis global paling disruptif dalam hidup kita. Lebih dari pemimpin perusahaan yang mewakili berbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara termasuk Indonesia, berbagi data dan wawasan dalam survei tersebut. Global Crisis Survey 2021 adalah survei kedua yang diadakan oleh PwC, setelah survei pertama yang dirilis pada tahun 2019. Survei ini adalah penilaian dari tanggapan komunitas bisnis global terhadap gangguan sosial, ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Survei ini, yang diwakili oleh 112 business leaders di Indonesia, menunjukkan hasil pengamatan dan memberikan potret menarik tentang taktik, alat, dan proses yang diterapkan perusahaan, dan apa yang berhasil, apa yang tidak, dan mengapa. Setahun terakhir telah memperlihatkan bahwa tantangan manajemen krisis bukanlah tentang memprediksi masa depan tetapi menghadapi hal-hal yang tidak dapat diprediksi. Sebuah bisnis harus fokus pada membangun fondasi ketahanan terhadap kondisi apa pun yang akan datang. Persiapan, ketangkasan, rencana tanggap krisis yang terintegrasi, dan ketahanan sangat penting karena perusahaan terus menghadapi krisis Lebih dari 70% responden global, termasuk Indonesia, mengatakan bisnis mereka terkena dampak negatif pandemi dan 20% mengatakan krisis berdampak positif secara keseluruhan pada organisasi mereka. Organisasi yang sukses lebih cenderung mengandalkan tim krisis khusus untuk dapat merespon krisis dengan tepat. Sektor teknologi dan healthcare lebih mungkin terkena dampak positif, sementara sektor pariwisata dan perhotelan mengalami efek paling negatif. Organisasi yang bernasib baik lebih cenderung mengandalkan tim krisis yang berdedikasi untuk mendorong respons mereka terhadap krisis. Tenaga kerja, kegiatan operasional dan supply chain, serta keuangan dan likuiditas adalah area yang paling terkena dampak dengan respons serupa dari Indonesia dan global. “Data dan hasil dari survei menyajikan roadmap yang menarik untuk memikirkan kembali dan memperkuat kemampuan organisasi untuk bertahan,” kata Kristin Rivera, Global Crisis Leader di PwC AS. “Semua mata akhirnya tertuju ke masa depan. Belajar dari bagaimana bisnis merespon krisis adalah langkah pertama yang penting untuk membangun fondasi yang tepat untuk menghadapi apa pun yang dapat terjadi berikutnya. Perencanaan krisis, program ketahanan dan perlindungan serta pertimbangan akan kebutuhan fisik dan emosional karyawan adalah bagian integral untuk bersiap menghadapi hal-hal yang tak terhindarkan.” Survei PwC mengungkapkan bahwa, bahkan dengan tim krisis yang ditetapkan dengan baik, perusahaan memerlukan program manajemen krisis yang tangkas dan yang dapat beradaptasi untuk mengatasi berbagai jenis disrupsi. Hanya 35% organisasi memiliki rencana respon krisis yang “sangat relevan”, yang berarti sebagian besar organisasi tidak merancang rencana bisnisnya untuk menjadi “agnostik krisis” - ciri khas organisasi yang tangguh. Paul van der Aa, selaku Forensic Advisor di PwC Indonesia, mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan hasil Global 7/10, delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia melaporkan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis dan perencanaan darurat. Bahkan di antara para risk leader, angka itu mencapai sembilan dari sepuluh. Ada banyak cara untuk dijalankan, hanya 22% dari responden kami yang merasakan bahwa berbagai fungsi manajemen krisis mereka terintegrasi dengan sangat baik. ” Di masa yang belum pernah terjadi sebelumnya, organisasi mengambil tindakan penting untuk fokus pada kesehatan karyawan dalam menanggapi COVID-19. Organisasi memberikan dukungan mulai dari menerapkan kerja jarak jauh dan protokol keselamatan, sampai membantu karyawan dengan problem pribadinya. Kemampuan untuk beradaptasi, dan mengelola perubahan mendasar dalam cara kita hidup dan bekerja adalah inti dari ketahanan individu dan organisasi. Menanggapi krisis-krisis selanjutnya Dari dampak pandemi, perusahaan harus mempercepat transformasi di area tertentu dan menurunkan prioritasnya di area lain. Dalam hal ketenagakerjaan, kerja jarak jauh adalah perubahan yang paling umum diterapkan, sementara banyak organisasi terpaksa melakukan pengurangan jumlah pegawai. Menariknya, 50% responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka, sementara hanya 39% responden global yang menetapkan kerja jarak jauh permanen. Infrastruktur pendukung dan kapabilitas mengolah data sangat penting, terutama karena kerja jarak jauh memenuhi kebutuhan akan cara pengambilan keputusan yang jelas dan memicu risiko serangan dunia maya. Sebanyak 90% responden Indonesia 75% secara global mengatakan bahwa teknologi telah memfasilitasi koordinasi tim tanggap krisis organisasi mereka. Hampir 70% responden Indonesia menyatakan bahwa mereka telah melakukan formal “after action” review atas tanggapannya terhadap COVID-19, sedangkan hanya 49% responden secara global yang telah melaksanakan review tersebut. COVID-19 tetap menjadi ancaman di masa depan, tetapi masalah organisasi lainnya masih tetap ada. Menurut responden Indonesia, lima masalah utama krisis adalah pandemi global, gangguan teknologi, kejahatan dunia maya, gangguan persaingan atau pasar, dan keuangan atau likuiditas. Menjadi lebih kuat setelah disrupsi Lebih dari 95% pemimpin bisnis, baik di Indonesia maupun global, melaporkan bahwa kapabilitas manajemen krisis mereka perlu ditingkatkan. Untuk merancang rencana penanggulangan krisis strategis, pertama-tama perusahaan harus menunjuk tim penanggulangan krisis yang dapat menyelaraskan rencana krisis dengan strategi, sasaran dan tujuan perusahaan; dan fokus pada peningkatan berkelanjutan dan membangun program ketahanan terintegrasi. Selain itu, perusahaan perlu memahami bahwa program terintegrasi sangat penting untuk melaksanakan respons krisis yang sukses dan untuk membangun ketahanan. Pikirkan secara holistik tentang bagaimana membangun ketahanan, mulailah memecah silo, dan mengintegrasikan kompetensi ketahanan inti. Ketahanan organisasi sangat penting - tidak hanya untuk keberhasilan organisasi, tetapi untuk bertahan hidup. Organisasi harus meningkatkan ketahanan organisasinya, menetapkan prioritas yang strategis, mulai menumbuhkan budaya ketahanan, dan memeriksa respon krisis di seluruh organisasi. Dalam CEO Survey tahunan PwC ke-24, yang diterbitkan awal bulan ini, 76% CEO percaya bahwa pertumbuhan ekonomi global akan membaik pada tahun 2021. Optimisme tersebut sejalan dengan data Global Crisis Survey PwC 2021, di mana tiga dari empat perusahaan yakin dapat berhasil mengintegrasikan apa yang telah dipelajari melalui krisis dan memperkuat ketahanan organisasinya. Sebagai penutup, Paul mengatakan, “Sebagai pembelajaran, responden Indonesia mengubah strategi perusahaan mereka dan sales channel berada di tiga prioritas utama dari perencanaan yang akan dibuat. Para pemimpin bisnis menyadari bahwa fondasi ketahanan dapat membuat perbedaan antara menurun atau berkembang. Ketika periode pasca-pandemi mulai terbentuk dalam beberapa bulan mendatang, organisasi memiliki kesempatan untuk menata kembali peluang masa depannya. Krisis dapat menjadi katalisator yang kuat untuk perubahan positif. " Catatan untuk editor Unduh membaca laporan tersebut di Tentang PwC Indonesia PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah dari jaringan global PwC. Tentang PwC Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 155 negara dengan lebih dari orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi untuk informasi lebih lanjut. © PwC 2021. Hak cipta dilindungi undang-undang.
BANDUNG, – Dari 600 lebih perusahaan terbuka di Indonesia, hanya 30 perusahaan yang kinerjanya meningkat saat krisis melanda tahun 2008 dan 2014. Tiga puluh perusahaan itu bergerak di berbagai sektor. Hal tersebut merupakan penelitian dari Institut Teknologi Bandung ITB yang dituangkan dalam buku berjudul Koroprasi Tangguh Indonesia dalam Menghadapi Krisis 2008 dan 2014’. “Adakah sepanjang krisis 2008 dan 2014, perusahaan yang kinerjanya justru meningkat dan sangat baik? Itu yang ingin kita sumbangkan pemikirannya, apa kiatnya,” ujar Ketua Tim Editor Buku, Tri Haryo Soesilo kepada Senin 21/8/2017.Tri menjelaskan, dari 30 perusahaan ini terdapat enam benang merah yang menjadi kiat sukses mereka bertahan saat krisis. Bukan hanya bertahan, namun sukses saat krisis terjadi. Pertama, korporasi yang tangguh selalu fokus pada produk yang spesifik, sehingga dapat menjadi perusahaan yang terbaik pada sebuah ceruk pasar nieche market.Misalnya, PT Sepatu Bata. Perusahaan ini sebenarnya mampu membuat banyak ragam jenis sepatu. Namun perusahaan ini lebih fokus pada produk alas kaki yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak sekolah. “Seluruh kegiatan promosinya juga diarahkan untuk itu, seperti promosi Bata Children Program BCP. Program pemasaran saar tahun ajaran baru sekolah, adalah waktu utama untuk perusahaan ini berpromosi,” ungkapnya. Kedua, dengan niche market yang spesifik, terjadilah karya-karya inovatif. Selama ini, sambung Tri, ada anggapan bahwa diversifikasi produk menjadi sesuatu yang penting. Tapi justru 30 perusahaan ini memperlihatkan bahwa menggarap niche market justru lebih penting. Ketiga, dalam hal pemasaran, 30 perusahaan ini mempunyai sebuah sistem umpan balik untuk mengetahui keinginan pelanggan. Di mana keinginan pelanggan tersebut menjadi arah dan penggerak proses produksi bisnis. Keempat, korporasi yang tangguh selalu mengedepankan budaya perusahaan sebagai roh dan keyakinan dari seluruh karyawannya.
SUMEDANG, - Krisis global akibat dampak perang Rusia-Ukraina mulai dirasakan industri tekstil di Indonesia. Koordinator Hubungan Industri Asosiasi Pertekstilan Indonesia API Andrew Purnama mengatakan, ekspor tekstil Indonesia turun drastis pasca-perang Rusia-Ukraina."Pasar ekspor Indonesia lagi turun, karena adanya perang yang berkelanjutan. Sehingga memang, ketika perang itu berkelanjutan berdampak pada krisis ekonomi. Makanya sekarang permintaan ekspor dalam negeri itu turun," ujar Andrew usai berdialog dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Menko PMK Muhadjir Effendy di PT Kahatex, Sumedang, Jawa Barat, Rabu 16/11/2022. Baca juga Potensi PHK Massal Tinggi, Pemprov Jabar Siapkan Mitigasi Andrew menuturkan, hilangnya pasar ekspor ini, membuat kondisi perusahaan tekstil di Indonesia over stock. Sebab di sisi lain, pasar dalam negeri pun tidak tersedia, karena dibanjiri produk impor yang tidak terbendung. "Sehingga, kondisi ini menyebabkan produk tekstil dalam negeri tidak ke mana-mana, imbasnya perusahaan-perusahaan tekstil di Indonesia mengalami over stock," tutur ini pula yang menyebabkan perusahaan tekstil mengambil kebijakan untuk merumahkan karyawannya. Baca juga Kadisnakertrans 3 Perusahaan di Banten Bukan Hengkang tapi Ekspansi Hasil survei pihaknya, dari 1-16 November 2022, sebanyak 149 dari 233 perusahaan telah melakukan pengurangan jumlah karyawan. "Jadi, dalam 16 hari ini saja, sudah ada karyawan se-Indonesia yang dirumahkan oleh perusahaannya. Untuk di Jabar sendiri, pengurangannya sudah ada karyawan," sebut Andrew. Andrew menyebutkan, status dirumahkan tersebut, ada yang memang hanya sementara waktu, dan ada pula yang berlanjut dengan pemutusan kontrak kerja. "Jadi ancaman PHK itu, saat ini memang nyata adanya, seperti yang telah disampaikan oleh rekan-rekan buruh tekstil kita di Indonesia," sebut Andrew.